BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Istilah
“ablasio retina” (retinal detachment)
menandakan pemisahan retina yaitu fotoreseptor dan lapisan bagian dalam, dari
epitel pigmen retina dibawahnya.
Terdapat tiga jenis utama : ablasio regmatogenosa, ablasio traksi dan
ablasio serosa atau hemoragik.
Bentuk tersering dari ketiga jenis ablasio retina adalah
ablasio retina regmatogenosa. Menurut penelitian, di Amerika Serikat insiden
ablasio retina 1 dalam 15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sedangkan insiden
per tahun kira-kira 1 diantara 10.000 orang dan lebih sering terjadi pada usia
lanjut kira-kira umur 40-70 tahun. Pasien dengan miopia yang tinggi
(>6D) memiliki 5% kemungkinan resiko terjadinya ablasio retina, afakia
sekitar 2%, komplikasi ekstraksi katarak dengan hilangnya vitreus dapat
meningkatkan angka kejadian ablasio hingga 10%.3
1.2.Batasan masalah
Pembahasan
referat ini dibatasi pada anatomi retina, fisiologi retina, klasifikasi ablasio
retina, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis ablasio retina.
1.3.Tujuan penulisan
Referat
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang ablasio retina.
1.4
Metode penulisan
Referat ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Retina
Retina merupakan selembar tipis jaringan
saraf yang semitransparan dan terdiri atas beberapa lapis yang melapisi bagian
dalam dua pertiga belakang bola mata. Retina
membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di
tepi ora serrata.1
Gambar 1. Anatomi retina
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya
adalah sebagai berikut:1
- Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan vitreous.
- Lapisan serabut saraf, merupakan akson-akson sel ganglion menuju saraf ke arah saraf optic.
- Lapisan sel ganglion, merupakan badan sel dari neuron kedua.
- Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
- Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
- Lapisan pleksiform luar, merupakan tempat sinaps sel fotoresptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
- Lapisan inti luar, merupakan lapisan inti sel kerucut dan sel batang.
- Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
- Lapisan fotoreseptor, terdiri dari sel batang dan kerucut.
- Lapisan epitel pigmen retina, merupakan batas antara retina dan koroid
Gambar 2. Lapisan retina
Pembuluh darah
di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk
retina melalui papil saraf optic yang akan memberikan nutrisi dalam retina.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
Gambar
3. Gambaran retina normal
2.2.
Fisiologi Retina1
Retina adalah jaringan paling kompleks
di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai
suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transducer
yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan
serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung
jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan
sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan
hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam.
Macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan
fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari
fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan
terluar yang avaskuler pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya
reaksi kimia yang mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor
kerucut mengandung rodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan
fotosensitif yang terbentuk sewaktu molekul protein opsin bergabung dengan
11-sis-retinal. Sewaktu foton cahaya diserap oleh rodopsin, 11-sis-retinal
segera mengalami isomerisasi menjadi bentuk all-trans.
Rodopsin adalah suatu glikolipid membran yang separuhnya terbenam di lempeng
membran lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor.
Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh
fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat
bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan.
Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh
fotoreseptor kerucut, jika senja hari diperantarai oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan
penglihatan malam oleh fotoreseptor batang.
2.3. Ablasio Retina2
2.3.1. Definisi
Ablasio
retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat
dengan membrane Bruch. 2
2.3.2. Etiologi4
2. Tarikan dari jaringan di badan kaca
3. Desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
2.3.3. Klasifikasi1,2
Terdapat tiga jenis utama : ablasio
regmatogenosa, ablasio traksi dan ablasio serosa atau hemoragik.
1. Ablasio
Retina Regmatogenosa
Merupakan
bentuk tersering dari ablasio retina. Pada ablasio retina regmatogenosa dimana
ablasi terjadi akibat adanya robekan di retina sehingga cairan masuk ke
belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina
oleh badan kaca cair (fluid vitreous)
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Mata
yang berisiko untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan myopia tinggi,
pascaretinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer,
50% ablasi yang timbul pada afakia.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya
gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tirai yang menutup,
terdapatnya ada riwayat pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Letak pemutusan retina bervariasi sesuai dengan jenis : Robekan
tapal kuda sering terjadi pada kuadran
superotemporal, lubang atrofi di kuadran temporal,dan dialysis retina di
kuadran inferotemporal. Apabila terdapat robekan retina multipel maka defek
biasanya terletak 90°
satu sama lain.
Gambar
4. Robekan tapal kuda
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya
robekan retina berwarna merah.
Gambar
5.
2. Ablasio
Retina Traksi
Merupakan
jenis
tersering kedua, dan terutama disebabkan oleh retinopati diabetes
proliferatif, vitreoretinopati proliferatif, retinopati pada prematuritas, atau
trauma mata. Ablasio retina karena traksi khas memiliki permukaan yang
lebih konkaf dan cenderung lebih lokal, biasanya tidak meluas ke ora seratta.
Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasi retina, dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit.
Gambar 6. Ablasio retina traksi
3. Ablasio
Retina Serosa Atau Hemoragik
Ablasio
ini adalah hasil dari penimbunan cairan dibawah retina
sensorik, dan terutama disebabkan oleh penyakit epitel pigmen retina
dan koroid. Penyakit degenerative, inflamasi, dan infeksi yang terbatas pada
macula termasuk neovaskularisasi subretina yang disebabkan oleh berbagai macam
hal, mungkin berkaitan dengan ablasio retina jenis ini.
Gambar
7. Ablasio retina serosa
2.3.4. Diagnosis5
Tabel
1. Gambaran Diagnosis Dari Tiga Tipe Ablasio Retina
|
Regmatogenus
|
Traksi
|
Eksudatif
|
Riwayat penyakit
|
Afakia, myopia, trauma tumpul,
photopsia, floaters, gangguan lapangan pandang yang progresif, dengan keadaan
umum baik.
|
Diabetes, premature,trauma tembus,
penyakit sel sabit, oklusi vena.
|
Factor-faktor sistemik seperti hipertensi
maligna, eklampsia, gagal ginjal.
|
Kerusakan retina
|
Terjadi pada 90-95 % kasus
|
Kerusakan primer tidak ada
|
Tidak ada
|
Perluasan ablasi
|
Meluas dari oral ke discus, batas dan
permukaan cembung tergantung gravitasi
|
Tidak meluas menuju ora, dapat sentral
atau perifer
|
Tergantung volume dan gravitasi,
perluasan menuju oral bervariasi, dapat sentral atau perifer
|
Pergerakan retina
|
Bergelombang atau terlipat
|
Retina tegang, batas dan permukaan
cekung, Meningkat pada titik tarikan
|
Smoothly
elevated bullae, biasanya tanpa
lipatan
|
Bukti kronis
|
Terdapat garis pembatas, makrosis
intra retinal, atropik retina
|
Garis pembatas
|
Tidak ada
|
Pigmen pada vitreous
|
Terlihat pada 70 % kasus
|
Terlihat pada kasus trauma
|
Tidak ada
|
Perubahan vitreous
|
Sineretik, PVD, tarikan pada lapisan
yang robek
|
Penarikan vitreoretinal
|
Tidak ada, kecuali pada uveitis
|
Cairan sub retinal
|
Jernih
|
Jernih atau tidak ada perpindahan
|
Dapat keruh dan berpindah secara cepat
tergantung pada perubahan posisi kepala.
|
Massa koroid
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Bisa ada
|
Tekanan intraocular
|
Rendah
|
Normal
|
Bervariasi
|
Transluminasi
|
Normal
|
Normal
|
Transluminasi terblok apabila
ditemukan lesi pigmen koroid
|
Keaadan yang menyebabkan ablasio
|
Robeknya retina
|
Retinopati diabetikum proliferative, post traumatis vitreous traction
|
Uveitis, metastasis tumor, melanoma
maligna, retinoblastoma, hemangioma koroid, makulopati eksudatif senilis,
ablasi eksudatif post cryotherapi atau dyathermi.
|
Pemeriksaan: 3
- Pemeriksaan tajam penglihatan
- Pemeriksaan lapangan pandang
- Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma
- Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.
- Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan patognomonis dari ablasio retina pada 75 % kasus.
- Periksa tekanan bola mata.
- Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)
2.3.5. Penatalaksanaan6
1. Scleral buckling : setelah defek pada retina ditandai pada luar
sclera, cryosurgery dilakukan disekitar lesi. Dilanjutkan dengan memperkirakan
bagian dari dinding bola mata yang retinanya terlepas, lalu dilakukan fiksasi
dengan buckle segmental atau circular band (terlingkari >360 derajat) pada
sclera. Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu
rehabilitasi pendek,resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah,
mencegah komplikasi intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.
2. Retinopeksi pneumatic : udara dimasukkan ke dalam viterus. Dengan
cara ini retina dapat dilekatkan kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau
sesudah penyuntikan gas atau koagulasi dengan laser yang dilakukan di sekitar
defek retina setelah perlekatan retina. Pelepasan dengan robekan tunggal pada
retina di tepi atas fundus (arah jam 10-
jam 2) adalah kondisi yang paling bagus untuk prosedur ini.
Gambar
7. Skleral buckling
Gambar
8. Retinopeksi pneumatic
4. Pars
Plana Vitrektomi : dibawah mikroskop, badan vitreus dan semua komponen
penarikan epiretinal dan subretinal dikeluarkan. Lalu retina dilekatkan kembali
dengan cairan perfluorocarbon. Defek pada retina ditutup dengan endolaser atau
aplikasi eksokrio.
Keuntungan
PPV:
1. Dapat
menentukan lokasi defek secara tepat
2. Dapat
mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat
langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.
Kerugian
PPV:
1. Membutuhkan
tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
2. Dapat
menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan
diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon
oil
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi
fibrin pada kamera okuli anterior yang dapat meningkatkan tekanan intraokuler.
Gambar
9. Vitrektomi
2.3.6. Prognosis7
1. Apabila ablasio retina meliputi daerah macula,
kemungkinan pengembalian penglihatan
sangat rendah.
2. Ablasio retina
mempunyai risiko berulang.
http://www.scribd.com/doc/49591219/ablasio-retina
Ablasio retina
terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi
nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi
visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002). http://nursingbegin.com/askep-ablasio-retina/
C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
(Brunner & Suddart) . Edisi 8. Volume 3. EGC. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar